Pages

Friday, April 3, 2015

Tari dan

Tari yang bertubuh semampai seperti biola uhuy adalah seorang penari balet yang juga merupakan seorang blogger dan membuat tangannya menari-nari di atas keyboard laptop Acernya yang terkadang tariannya itu ia pindahkan untuk menari di tombol smartphone Androidnya atau menari di Ipadnya.
“Aaaah aku ga bisa nulis! Tulisanku jelek! Hiks hiks” ujarnya sambil menampar keyboardnya. Dengan menitikkan air mata ia terus menulis, kasihaaaan.
“Aduh, nulis apa ya? Bingung” ujarnya sambil terdiam sejenak dan jari jemarinya mulai menari.
“Aha, dari sini saja”
Alkisah Tenten yang memiliki rambut ikal, pendek yang bentuknya kayak mie instan mulai malas karena tulisan mulai menyinggung.
“Ah, ini kok aneh!” ujarnya sambil menghapus tulisan dan menggantinya menjadi begini ni kalimatnya
Dali sedang jatuh cinta diam-diam kepadaku dan cinta dalam diam yang ia lakukan dengan memberikan nasihat lalu meninggalkannya begitu saja.
“Sumpah, ini tuh gimana? Kok makin aneh ya? Hahaha” ujarnya sambil mengganti kembali tulisannya
“Aduh, buset dah banyak amat lagi 3.000 kata, gimana gue bisa menjadi penulis buku ni buat nulis segitu aja mandegnya bukan main. Ah coba buat flashfiction aaaah” ujarnya kembali sambil menghapus semua tulisan-tulisannya yang aneh karena mencoba memaksakannya
“Hahahaha” tawanya tanpa alasan yang membuatnya diceletuki “Lo kenapa ketawa? Udah kaya orang gila? Sana gih, ngerjain kerjaan rumah, yang namanya perempuan itu harus bisa pekerjaan rumah mau nikah dan berpasangan dengan siapapun, presidenpun harus bisa, khususnya masak”
Ah malas pikir Tari. Namun badannya bergerak mengambil sapu dan yang membuat ia makin malas adalah “Tari, ini tuh nyapu yang bersih, nanti kamu ngepel diperes dulu ya jangan sampai jatuh orang gara-gara kamu”. Huft, sabar sabar, kenapa sih ga kerjain sendiri? Kan bisa sempurna sesuai keinginan kamu.
Tari menghentikan kegiatan menyapunya karena sudah selesai berkutat dengan rumahnya dan mengambil pengepel. Saat ia mengepel “Ini kok begini”. Ia lantas terus bekerja sambil cemberut sungguh berat hatinya dan ia iri karena adiknya setiap melakukan pekerjaan rumah tangga selalu dipuji tapi giliran Tari? Semua serba salah, pernah sekali dipuji eh diakhiri dengan ketawa ringan sambil mencela hasil kerjaku.
Ya, aku ga pernah bisa melakukan pekerjaan rumah dan ga pernah menyukainya.
“Duhai cinta dalam diam, berhentilah merengut dan bersusah hati, pergilah keluar sana” sapaan yang datang dari arah kananku membuat menoleh dan menghampiri suara yang ternyata datang dari suami aku yang selalu saja pengertian dan selalu saja membuat aku senangnya bukan main.
“Baik suamiku, terima kasih banyak ya, lantas pekerjaan ini bagaimana?” Tanya Tari kepada sosok pria disampingnya.
“Udah tenang aja, biar aku yang terusin, kamu harus taat sama suamimu”
“Ya”
“Kamu nih dari awal kita bertemu, 10 tahun yang lalu selalu saja membuat aku jatuh cinta dalam diam  semenjak kita di bangku SMU aku sudah jatuh cinta diam-diam kepadamu namun kamu memilih Jefry untuk dibawa ke kedua orang tuamu hehe”
“Ah, sudahlah jangan ungkit lagi masa lalu, kisah itu menyayat hati kita berdua, waku cemburu”
“Iya, mohon maafkan kakandamu ini ya, sayang, yang penting kita bersama, aku janji ga akan pernah menyakitimu lagi”
“Alah gombal” sahut sambil tersipu malu
“Hahaha”
“Katanya ada yang bermimpi aku kena tuah karena ga mau mengerjakan ini” ujar Tari sambil menunjuk kain pel yang tergolek lemah di dalam baskom berisi air dan super pel
“Alah, dia udah kaya peramal aja, buktinya mana?”
Tari terdiam
“Orang mau bilang apa tentang kamu, aku ga perduli”
“Hah? Kamu ga boleh gitu atuh suamiku”
“Habisan aku gemes”
“Ya, biasa kali, setiap orang kan mempunyai orang lain yang ga menyukainya bahkan ada yang sampai benci atau disebut dengan haters kan? Ga semua orang bisa menyukai kita, kalau bisa itu hanya hidup dalam dongeng”
“Tapi mereka sudah keterlaluan”
“Ya sudahlah biarkan saja, aku akan berusaha untuk tetap mencinta dalam diam kepada mereka say”
“Meskipun kamu cerita hanya dianggap dongeng?”
“Iya, namanya juga cerita, kisahnya saja sudah dongeng yang yaaah, boleh dipercaya boleh juga ga”
“Gi dah sana!”
“Iya” sahut Tari sambil beranjak meninggalkan suami tercintanya lalu ke kamar mengambil laptopnya, memasukkannya ke delam tas dan bergegas pergi keluar.
Sebuah mobil BMW meluncur dari garasi berjalan pelan ke arah luar komplek.
Sampailah Tari di Bandara Sokarno Hatta, ah masih 3 jam lagi sahabat penanya datang. Yah daripada bengong lalu membuat pikirannya jadi negative, atau kosong jadilah ia membuka laptopnya dan memulai mengetik kembali apa yang tadi sudah ia buat.
“Aaaaargh, ah di amah begitu, kebiasaan dah nge hang, cantik banget dah bergaris-garis gitu, aku uda dikasih arahan tapi tetap ga ngerti, duh bodoh sekali diri ini, andaaai”
“Hoi, ngoceh sendiri lo! Awas nanti dibibilang orang gila nanti kamu hih gue takut”
“Haaaai Lorena, sejak kapan kamu?”
“Sudah dari setengah jam yang lalu aku mengamatimu dari meja di sana” ujar Lorena sambil menunjuk meja di sudut ruangan
“Hah?”
“Iya, dia jadi datang?”
“Iya”
“Siapa namanya?”
“Opi”
“Oh, orang mana? Suamimu tahu? Dia ga cemburu?”
“Orang Banjarmasin, iya tahu, syukurnya dia ga nunjukkin reaksi cemburu sih, mungkin sebenarnya ia cemburu”
“Oh gitu, Opi kan pernah jatuh cinta diam-diam                kepadamu”
“Iya, kan kamu yang pernah bilang ke aku, dan itu dibaca suratnya loh sama suamiku, aku sengaja memperlihatkannya kepadanya, supaya ga ada rahasia diantara kami”
“Aih, so sweetnya kalin itu, sudah 10 tahun menikah tetap romantis”.
“Ah, ga kok, duh jadi malu, hahaha”
“Opi sudah tahu kita nunggu disini?”
“Ga, biar saja dulu, kan masih lama ini”
“Lah, kalau ternyata jadwal penerbangannya dipercepat atau diundur gimana?”
“Biar saja, hahaha, biar gue nyantai dulu lah bro, me time neh”
“Ok, eh, kapan dan dimana lo kenal sama Opi?”
“Sejak aku mendapatkan juara 1 di lomba Balet, nah dia langsung nembak aku tuh”
“Oh, terus terus”
“Ya aku tolaklah, wong aku ga kenal dia, baru ketemu main tembak dor gitu, emangnya gue cewe apaan?”
“Sombong amat sih”
“Ga, ya serem tau tiba-tiba di tembak, kalau gitu kemungkinan suka karena liat fisik gue kan?”
“Iya sih, cinta dalam pandangan pertama”
“Ah, aku ga suka benget sama orang kek gitu, terus dia mana ngejar-ngejar gue mulu lagi Lorena, kan gue gerah, ngotot gitu”
“Tapi gue salut sama lo karena ga pernah ketus atau judesin si dia tu”
“Ah terima kasih”
“Sama-sama, eh lo mo pesen apa lagi? Dah habis tuh makanan dan minuman lo”
“Pindah aja yuk, gue pengen beli donut di Dunkin Donat nih”
“Hayuklah, gue traktir ya!”
“Iya, cieh yang baru gajian kemarin”
“Hehe, yuk bro” ujarnya sambil memegang lengan Tari dan menariknya ke tempat yang dimau
“Eh, pelan-pelan kenapa, sakit ni”
“Sori frend”
“Iya ga apa-apa”
“Lo mau apa nih? Yo pesen, tapi maksimal selusin ya, hehe, kan gue mesti ngitung anggaran buat beli bensin, gas elpiji yang harganya udah naik lagi tuh, mau naik angkot juga sama aja mahal hueeee pusing”
“Yang ada tepungnya itu tuh, tapi isinya coklat sama yang isinya kayak isi kue sus ya. Sama donat yang ada coklat bullet-bulet diatas donat berwarna ungu itu?”
“Oke”
“Hai Tari”
“Loh, Opi”
“Iya, awalnya aku mau sms kamu, kalau aku udah sampe, eh terusan laper, jadinya kemari, terus ketemu, eh kita uda kayak di sinetron ya bisa kebetulan gitu”
“Oh” sahutku dingin
“Kenapa kok dingin gitu sih?”
“Ga apa-apa”
“Kamu sakit?”
“Ga”
“Gimana perjalananmu? Rencanamu apa kok ke Jakarta?”
“Lancar, rencanaku setelah bertemu kamu, aku ke kantor untuk melakukan rapat terus pergi lagi ke Palu”
“Wuih, kamu ga capek apa?”
“Capek sih, tapi ini demi keluargaku, demi anak yang kini tengah di kandung istriku”
“Wah, selamat ya, kapan nikah?”
“7 bulan yang lalu, terima kasih ya”
“Maaf ga attend ke pernikahanmu, coz we are don’t know”
“That’s okay sis”
“Tari, kamu pesan selusin gih, aku mau ngasih ke keluargamu”
“Wah, tidak terima kasih”
“Duh jangan gitu, aku tersinggung nih kamu tolak pemberianku”
“Aduh, aku ga enak, maaf sudah menyinggung iya deh, yang itu, yang itu, yang itu dan yang itu” ujar Tari sambil menunjuk donat-donat enak yang terpampang di rak Dunkin Donat
“Ok, mbak tolong ambilkan yang mbak ini tunjuk tadi ya”
“Yang mana saja pak”
“itu, itu, itu” ulangnya lagi
“Semua ….”
“Nih tari donat pesanannya”

8 comments:

  1. wuih....keren cara penulisannya....aih mbak, pengen banget aku nulis fiksi gini....tapi gak bisa2...

    ReplyDelete
  2. Mbak Tyas .. fiksinya cakep tapi kok ga ada narasinyaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih mbak, oh gitu, maaf mbak, aku masih belajar buat fiksi jadi ya narasinya hanya bisa buat kayak begitu, mohon maaf bila kurang sesuai dengan yang biasanya beredar

      Delete
  3. Waah, suka membuat fiksi juga ya? samaan kita mak *tosss :v
    lain kali bertukar cerita yuk mak, hehe..

    Hani S.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya
      suka
      tapi baru dikit mak
      hayuk yuk :) boleh tu kita tuker2an

      Delete
  4. bagus mak ceritanya.. tp endingnya sengaja gantung gitu ya ?

    ReplyDelete

Alamat Website

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...