Tari yang bertubuh semampai
seperti biola uhuy adalah seorang penari balet yang juga merupakan seorang
blogger dan membuat tangannya menari-nari di atas keyboard laptop Acernya yang
terkadang tariannya itu ia pindahkan untuk menari di tombol smartphone Androidnya
atau menari di Ipadnya.
“Aaaah aku ga bisa nulis!
Tulisanku jelek! Hiks hiks” ujarnya sambil menampar keyboardnya. Dengan
menitikkan air mata ia terus menulis, kasihaaaan.
“Aduh, nulis apa ya? Bingung”
ujarnya sambil terdiam sejenak dan jari jemarinya mulai menari.
“Aha, dari sini saja”
Alkisah Tenten yang memiliki
rambut ikal, pendek yang bentuknya kayak mie instan mulai malas karena tulisan
mulai menyinggung.
“Ah, ini kok aneh!” ujarnya
sambil menghapus tulisan dan menggantinya menjadi begini ni kalimatnya
Dali sedang jatuh cinta diam-diam kepadaku dan cinta dalam diam yang ia lakukan dengan memberikan nasihat lalu
meninggalkannya begitu saja.
“Sumpah, ini tuh gimana? Kok
makin aneh ya? Hahaha” ujarnya sambil mengganti kembali tulisannya
“Aduh, buset dah banyak amat lagi
3.000 kata, gimana gue bisa menjadi penulis buku ni buat nulis segitu aja
mandegnya bukan main. Ah coba buat flashfiction aaaah” ujarnya kembali sambil
menghapus semua tulisan-tulisannya yang aneh karena mencoba memaksakannya
“Hahahaha” tawanya tanpa alasan
yang membuatnya diceletuki “Lo kenapa ketawa? Udah kaya orang gila? Sana gih,
ngerjain kerjaan rumah, yang namanya perempuan itu harus bisa pekerjaan rumah
mau nikah dan berpasangan dengan siapapun, presidenpun harus bisa, khususnya
masak”
Ah malas pikir Tari. Namun
badannya bergerak mengambil sapu dan yang membuat ia makin malas adalah “Tari,
ini tuh nyapu yang bersih, nanti kamu ngepel diperes dulu ya jangan sampai
jatuh orang gara-gara kamu”. Huft, sabar sabar, kenapa sih ga kerjain sendiri?
Kan bisa sempurna sesuai keinginan kamu.
Tari menghentikan kegiatan
menyapunya karena sudah selesai berkutat dengan rumahnya dan mengambil
pengepel. Saat ia mengepel “Ini kok begini”. Ia lantas terus bekerja sambil
cemberut sungguh berat hatinya dan ia iri karena adiknya setiap melakukan
pekerjaan rumah tangga selalu dipuji tapi giliran Tari? Semua serba salah,
pernah sekali dipuji eh diakhiri dengan ketawa ringan sambil mencela hasil
kerjaku.
Ya, aku ga pernah bisa melakukan
pekerjaan rumah dan ga pernah menyukainya.
“Duhai cinta dalam diam, berhentilah merengut dan bersusah hati, pergilah
keluar sana” sapaan yang datang dari arah kananku membuat menoleh dan
menghampiri suara yang ternyata datang dari suami aku yang selalu saja
pengertian dan selalu saja membuat aku senangnya bukan main.
“Baik suamiku, terima kasih
banyak ya, lantas pekerjaan ini bagaimana?” Tanya Tari kepada sosok pria
disampingnya.
“Udah tenang aja, biar aku yang
terusin, kamu harus taat sama suamimu”
“Ya”
“Kamu nih dari awal kita bertemu,
10 tahun yang lalu selalu saja membuat aku jatuh
cinta dalam diam semenjak kita di
bangku SMU aku sudah jatuh cinta
diam-diam kepadamu namun kamu memilih Jefry untuk dibawa ke kedua orang
tuamu hehe”
“Ah, sudahlah jangan ungkit lagi
masa lalu, kisah itu menyayat hati kita berdua, waku cemburu”
“Iya, mohon maafkan kakandamu ini
ya, sayang, yang penting kita bersama, aku janji ga akan pernah menyakitimu
lagi”
“Alah gombal” sahut sambil
tersipu malu
“Hahaha”
“Katanya ada yang bermimpi aku
kena tuah karena ga mau mengerjakan ini” ujar Tari sambil menunjuk kain pel
yang tergolek lemah di dalam baskom berisi air dan super pel
“Alah, dia udah kaya peramal aja,
buktinya mana?”
Tari terdiam
“Orang mau bilang apa tentang
kamu, aku ga perduli”
“Hah? Kamu ga boleh gitu atuh
suamiku”
“Habisan aku gemes”
“Ya, biasa kali, setiap orang kan
mempunyai orang lain yang ga menyukainya bahkan ada yang sampai benci atau
disebut dengan haters kan? Ga semua orang bisa menyukai kita, kalau bisa itu
hanya hidup dalam dongeng”
“Tapi mereka sudah keterlaluan”
“Ya sudahlah biarkan saja, aku
akan berusaha untuk tetap mencinta dalam
diam kepada mereka say”
“Meskipun kamu cerita hanya
dianggap dongeng?”
“Iya, namanya juga cerita,
kisahnya saja sudah dongeng yang yaaah, boleh dipercaya boleh juga ga”
“Gi dah sana!”
“Iya” sahut Tari sambil beranjak
meninggalkan suami tercintanya lalu ke kamar mengambil laptopnya, memasukkannya
ke delam tas dan bergegas pergi keluar.
Sebuah mobil BMW meluncur dari
garasi berjalan pelan ke arah luar komplek.
Sampailah Tari
di Bandara Sokarno Hatta, ah masih 3 jam lagi sahabat penanya datang. Yah daripada
bengong lalu membuat pikirannya jadi negative, atau kosong jadilah ia membuka
laptopnya dan memulai mengetik kembali apa yang tadi sudah ia buat.
“Aaaaargh, ah di
amah begitu, kebiasaan dah nge hang, cantik banget dah bergaris-garis gitu, aku
uda dikasih arahan tapi tetap ga ngerti, duh bodoh sekali diri ini, andaaai”
“Hoi, ngoceh
sendiri lo! Awas nanti dibibilang orang gila nanti kamu hih gue takut”
“Haaaai Lorena,
sejak kapan kamu?”
“Sudah dari
setengah jam yang lalu aku mengamatimu dari meja di sana” ujar Lorena sambil
menunjuk meja di sudut ruangan
“Hah?”
“Iya, dia jadi
datang?”
“Iya”
“Siapa namanya?”
“Opi”
“Oh, orang
mana? Suamimu tahu? Dia ga cemburu?”
“Orang Banjarmasin,
iya tahu, syukurnya dia ga nunjukkin reaksi cemburu sih, mungkin sebenarnya ia
cemburu”
“Oh gitu, Opi
kan pernah jatuh cinta diam-diam kepadamu”
“Iya, kan kamu
yang pernah bilang ke aku, dan itu dibaca suratnya loh sama suamiku, aku
sengaja memperlihatkannya kepadanya, supaya ga ada rahasia diantara kami”
“Aih, so
sweetnya kalin itu, sudah 10 tahun menikah tetap romantis”.
“Ah, ga kok,
duh jadi malu, hahaha”
“Opi sudah tahu
kita nunggu disini?”
“Ga, biar saja
dulu, kan masih lama ini”
“Lah, kalau
ternyata jadwal penerbangannya dipercepat atau diundur gimana?”
“Biar saja,
hahaha, biar gue nyantai dulu lah bro, me
time neh”
“Ok, eh, kapan
dan dimana lo kenal sama Opi?”
“Sejak aku
mendapatkan juara 1 di lomba Balet, nah dia langsung nembak aku tuh”
“Oh, terus
terus”
“Ya aku
tolaklah, wong aku ga kenal dia, baru ketemu main tembak dor gitu, emangnya gue
cewe apaan?”
“Sombong amat
sih”
“Ga, ya serem
tau tiba-tiba di tembak, kalau gitu kemungkinan suka karena liat fisik gue kan?”
“Iya sih, cinta
dalam pandangan pertama”
“Ah, aku ga
suka benget sama orang kek gitu, terus dia mana ngejar-ngejar gue mulu lagi
Lorena, kan gue gerah, ngotot gitu”
“Tapi gue salut
sama lo karena ga pernah ketus atau judesin si dia tu”
“Ah terima
kasih”
“Sama-sama, eh
lo mo pesen apa lagi? Dah habis tuh makanan dan minuman lo”
“Pindah aja
yuk, gue pengen beli donut di Dunkin Donat nih”
“Hayuklah, gue
traktir ya!”
“Iya, cieh yang
baru gajian kemarin”
“Hehe, yuk bro”
ujarnya sambil memegang lengan Tari dan menariknya ke tempat yang dimau
“Eh,
pelan-pelan kenapa, sakit ni”
“Sori frend”
“Iya ga apa-apa”
“Lo mau apa nih?
Yo pesen, tapi maksimal selusin ya, hehe, kan gue mesti ngitung anggaran buat
beli bensin, gas elpiji yang harganya udah naik lagi tuh, mau naik angkot juga
sama aja mahal hueeee pusing”
“Yang ada
tepungnya itu tuh, tapi isinya coklat sama yang isinya kayak isi kue sus ya. Sama
donat yang ada coklat bullet-bulet diatas donat berwarna ungu itu?”
“Oke”
“Hai Tari”
“Loh, Opi”
“Iya, awalnya
aku mau sms kamu, kalau aku udah sampe, eh terusan laper, jadinya kemari, terus
ketemu, eh kita uda kayak di sinetron ya bisa kebetulan gitu”
“Oh” sahutku
dingin
“Kenapa kok
dingin gitu sih?”
“Ga apa-apa”
“Kamu sakit?”
“Ga”
“Gimana
perjalananmu? Rencanamu apa kok ke Jakarta?”
“Lancar,
rencanaku setelah bertemu kamu, aku ke kantor untuk melakukan rapat terus pergi
lagi ke Palu”
“Wuih, kamu ga
capek apa?”
“Capek sih,
tapi ini demi keluargaku, demi anak yang kini tengah di kandung istriku”
“Wah, selamat
ya, kapan nikah?”
“7 bulan yang
lalu, terima kasih ya”
“Maaf ga attend ke pernikahanmu, coz we are don’t
know”
“That’s okay
sis”
“Tari, kamu
pesan selusin gih, aku mau ngasih ke keluargamu”
“Wah, tidak terima
kasih”
“Duh jangan
gitu, aku tersinggung nih kamu tolak pemberianku”
“Aduh, aku ga
enak, maaf sudah menyinggung iya deh, yang itu, yang itu, yang itu dan yang itu”
ujar Tari sambil menunjuk donat-donat enak yang terpampang di rak Dunkin Donat
“Ok, mbak
tolong ambilkan yang mbak ini tunjuk tadi ya”
“Yang mana saja
pak”
“itu, itu, itu”
ulangnya lagi
“Semua ….”
“Nih tari donat
pesanannya”
wuih....keren cara penulisannya....aih mbak, pengen banget aku nulis fiksi gini....tapi gak bisa2...
ReplyDeleteOh gitu
Deleteterima kasih mbak :)
Mbak Tyas .. fiksinya cakep tapi kok ga ada narasinyaaa
ReplyDeleteterima kasih mbak, oh gitu, maaf mbak, aku masih belajar buat fiksi jadi ya narasinya hanya bisa buat kayak begitu, mohon maaf bila kurang sesuai dengan yang biasanya beredar
DeleteWaah, suka membuat fiksi juga ya? samaan kita mak *tosss :v
ReplyDeletelain kali bertukar cerita yuk mak, hehe..
Hani S.
ya
Deletesuka
tapi baru dikit mak
hayuk yuk :) boleh tu kita tuker2an
bagus mak ceritanya.. tp endingnya sengaja gantung gitu ya ?
ReplyDeleteTerima kasih mak, iya endingnya sengaja gantung gitu
Delete