Aku bernama Yani, mataku berwarna hitam seperti saat malam
hari, gelaaap. Kegelapan menyelimutiku, saat aku mendengar tetanggaku mengalami
musibah. Ia menggunakan tongkat walau masih melihat, namun dijadikan bahan
cemoohan oleh sekitarnya tanpa menanyakan mengenai kondisinya dan membantunya. Setiap
aku bertemu dengannya, aku menolongnya
.
Mataku sipit, dan terkadang berkantung seperti
kantungnya Kangguru, hewan yang suka meloncat masuk seenaknya ke rumah dan
selalu bikin huru hara karena bunyinya “Gedebum, gedebum”, bunyi langkah kaki
Kangguru ketika menyentuh tanah, bunyi yang menyerupai benda berat seperti
salah satunya adalah perhiasan-perhiasan yang jatuh ke tanah yang sama saat
benda tersebut keluar dari kantung Kangguru. Dimanapun aku memijakkan kaki,
pastinya meninggalkan cap lima jari.
Aku
adalah anak kedua dari dua bersaudara, aku bekerja sebagai penyiar radio dan
merupakan seorang mahasiswa di Universitas ternama di Indonesia dengan
mengambil jurusan Teknologi Informatika. Oh iya, teman-teman, kalau mau
mengunjungiku, aku ada di desa terpencil yang ada di suatu daerah loh. Sini yuk
main!
Tiba tiba! Akupun terkejut! Ketika mendengar tetangga yang
berada di sebelah rumahku persis, tetanggaku itu memiliki anak yang bernama
Ammar. Aku mendengar informasi kalau anaknya mengalami penyakit yang langka yang bernama Atressia Biller. Lantas, aku langsung ke rumah sakit untuk melihat kondisinya.
Disana, kulit dan matanya menguning, kotorannya memutih, perutnyapun membengkak. Orangtuanya berkata kepadaku, "Anakku mengidap penyakit kelainan hati, kami membutuhkan uang sebesar Rp 900.000.000 untuk bisa melakukan operasi. Operasi itu dilaksanakan dalam waktu dua bulan. Operasi tersebut berguna untuk melakukan operasi pencakokan hati. Namun, mereka bingung, uang darimana?
Aku menangis, air mata menitik dan mengalir di pipi ini. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuknya. Tuhan....bantulah ia...aku mohon kepadaMu. Hanya doa yang aku kirimkan kepada mereka, semoga diberikan kesabaran dan jalan keluar yang terbaik. Amin.
Wah...Ternyata! Kesedihanku tidak berlangsung lama, perasaan ini beralih dengan cepat! Senaang sekali rasanya saat aku mendengar kabar bahwa telah muncul berita mengenai kondisi Ammar di jejaring sosial atau yang dikenal dengan social media yang saya pikir hanya dipergunakan untuk bersenang-senang saja atau mengambil manfaat dari situ.
Walaupun, aku sendiri kurang mengetahui darimanakah sumbernya, kemudian muncul juga bantuan yang terwujud juga dalam bentuk sekelompok masyarakat yang tergabung dalam kerelawanan yang tergerak hatinya untuk membantu Ammar sehingga ia bisa melakukan operasi tersbut. Namun, ternyata setelah menjalani operasi, biaya hidup dan perawatan untuk Ammar begitu tinggi yang semakin tinggi karena adanya kenaikan harga BBM.
Belum lagi, adanya kemungkinan apabila Ammar menjadi penyandang cacat atau disabilitas. SArana dan prasarana yang dibutuhkan juga cukup mahal, mulai dari peralatan sekolah, pendidikan, peralatan lain yang diperlukannya untuk terus menjalani hidupnya.
Tidak banyak yang bisa aku lakukan, hanya bisa menulis, memberikan semangat kepada keluarganya, memberikan pengetahuan bahwa semua amnusia memiliki potensi dan kompetensi yang busa dikembangkan, jadi, jangankah menyerah!
Kelak, ketika Ammar beranjak usianya, aku akan menyupportnya menjadi pribadi yang kuat dan sukses. Bila ia menjadi buta atau tuna netra karena dari bayi kondisi matanya yang menjadi seperti itu, aku akan membantu mengajarinya menulis braille, membaca braille, mengajarkan mengetik 10 jari, mengajarkan teknologi kepadanya, mengajarkan cara berjalan dengan menggunakan tongkat atau disebut juga dengan orientasi mobile, mengajarkannya cara bernyanyi, mengaajrkannya cara bermain musik, membantunya memilihkan jurusan sesuai minat dan bakat yang ia miliki, mengembangkan kemampuannya, membantunya bersyukur dengan keadaannya dengan menerima apa adanya, bersabar menghadap bermacam-macam orang baik yang merendahkan maupun yang memuji0mujinya, mengajarkannya agar berlapang dada dengan tidak mempunyai rasa amarah, sedih, takut ataupun dendam kepada siapa saja, mengajarkan cara memasak, mengajarkan cara menyapu dan mengepel serta kegiatan rumah tangga lainnya, memilih siapa saja yang bisa dipercaya untuk dijadikan teman, sahabat dan semua hal mengenai lingkungannya.
Aku tidak akan melarangnya untuk bergaul dengan siapa saja, di komunitas apa saja, namun ia akan terus aku pantau dan berikan wawasan mengenai manfaat yang bisa diambilnya. Aku malah akan merekomendasikannya bergaul dengan komunitas tertentu yang memang sifatnya mendidik.
Aku tidak mau ia menjadi sepertiku. Aku sering merintih, menangis tersedu-sedu melihat manusia baik menyalahkan aku! Aku juga marah mendengar keluhan manusia yang menyalahkan penciptaku apalagi karena mereka kehilangan sesuatu dan menjadi serba kekurangan.
Aku akan melindunginya dengan tubuhku apabila ia dipukuli, ditendangm dilempari barang oleh orang lain tanpa ada perasaan marah ataupun sedih sedikitpun hanya untuk Ammar. Aku akan memberikannya seekor kucing yang saat ini menjadi teman baikku. Ia akan membantunya untuk mmeilihkan pakaian untuknya, menjaganya selama perjalanan. Namun, aku akan memberitahunya untuk berhati-hati supaya jangan sampai ia menginjak sang kucing, kasihan nanti kesakitan keduanya.
Kini, Ammar sudah berusia delapan tahun. Aku mengenalkannya dengan Bunga, anakku. Ia bertubuh semampai seperti biola, yah tentunya ia adalah seorang wanita yang berambut tebal seperti sapu ijuk. Bunga adalah seorang gadis remaja yang bisa menari tarian tradisional dan modern, menyanyi semua lagu dan bermain semua alat musik. Selain itu, dia juga berprestasi di kelasnya.
Disana, kulit dan matanya menguning, kotorannya memutih, perutnyapun membengkak. Orangtuanya berkata kepadaku, "Anakku mengidap penyakit kelainan hati, kami membutuhkan uang sebesar Rp 900.000.000 untuk bisa melakukan operasi. Operasi itu dilaksanakan dalam waktu dua bulan. Operasi tersebut berguna untuk melakukan operasi pencakokan hati. Namun, mereka bingung, uang darimana?
Aku menangis, air mata menitik dan mengalir di pipi ini. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuknya. Tuhan....bantulah ia...aku mohon kepadaMu. Hanya doa yang aku kirimkan kepada mereka, semoga diberikan kesabaran dan jalan keluar yang terbaik. Amin.
Wah...Ternyata! Kesedihanku tidak berlangsung lama, perasaan ini beralih dengan cepat! Senaang sekali rasanya saat aku mendengar kabar bahwa telah muncul berita mengenai kondisi Ammar di jejaring sosial atau yang dikenal dengan social media yang saya pikir hanya dipergunakan untuk bersenang-senang saja atau mengambil manfaat dari situ.
Walaupun, aku sendiri kurang mengetahui darimanakah sumbernya, kemudian muncul juga bantuan yang terwujud juga dalam bentuk sekelompok masyarakat yang tergabung dalam kerelawanan yang tergerak hatinya untuk membantu Ammar sehingga ia bisa melakukan operasi tersbut. Namun, ternyata setelah menjalani operasi, biaya hidup dan perawatan untuk Ammar begitu tinggi yang semakin tinggi karena adanya kenaikan harga BBM.
Belum lagi, adanya kemungkinan apabila Ammar menjadi penyandang cacat atau disabilitas. SArana dan prasarana yang dibutuhkan juga cukup mahal, mulai dari peralatan sekolah, pendidikan, peralatan lain yang diperlukannya untuk terus menjalani hidupnya.
Tidak banyak yang bisa aku lakukan, hanya bisa menulis, memberikan semangat kepada keluarganya, memberikan pengetahuan bahwa semua amnusia memiliki potensi dan kompetensi yang busa dikembangkan, jadi, jangankah menyerah!
Kelak, ketika Ammar beranjak usianya, aku akan menyupportnya menjadi pribadi yang kuat dan sukses. Bila ia menjadi buta atau tuna netra karena dari bayi kondisi matanya yang menjadi seperti itu, aku akan membantu mengajarinya menulis braille, membaca braille, mengajarkan mengetik 10 jari, mengajarkan teknologi kepadanya, mengajarkan cara berjalan dengan menggunakan tongkat atau disebut juga dengan orientasi mobile, mengajarkannya cara bernyanyi, mengaajrkannya cara bermain musik, membantunya memilihkan jurusan sesuai minat dan bakat yang ia miliki, mengembangkan kemampuannya, membantunya bersyukur dengan keadaannya dengan menerima apa adanya, bersabar menghadap bermacam-macam orang baik yang merendahkan maupun yang memuji0mujinya, mengajarkannya agar berlapang dada dengan tidak mempunyai rasa amarah, sedih, takut ataupun dendam kepada siapa saja, mengajarkan cara memasak, mengajarkan cara menyapu dan mengepel serta kegiatan rumah tangga lainnya, memilih siapa saja yang bisa dipercaya untuk dijadikan teman, sahabat dan semua hal mengenai lingkungannya.
Aku tidak akan melarangnya untuk bergaul dengan siapa saja, di komunitas apa saja, namun ia akan terus aku pantau dan berikan wawasan mengenai manfaat yang bisa diambilnya. Aku malah akan merekomendasikannya bergaul dengan komunitas tertentu yang memang sifatnya mendidik.
Aku tidak mau ia menjadi sepertiku. Aku sering merintih, menangis tersedu-sedu melihat manusia baik menyalahkan aku! Aku juga marah mendengar keluhan manusia yang menyalahkan penciptaku apalagi karena mereka kehilangan sesuatu dan menjadi serba kekurangan.
Aku akan melindunginya dengan tubuhku apabila ia dipukuli, ditendangm dilempari barang oleh orang lain tanpa ada perasaan marah ataupun sedih sedikitpun hanya untuk Ammar. Aku akan memberikannya seekor kucing yang saat ini menjadi teman baikku. Ia akan membantunya untuk mmeilihkan pakaian untuknya, menjaganya selama perjalanan. Namun, aku akan memberitahunya untuk berhati-hati supaya jangan sampai ia menginjak sang kucing, kasihan nanti kesakitan keduanya.
Kini, Ammar sudah berusia delapan tahun. Aku mengenalkannya dengan Bunga, anakku. Ia bertubuh semampai seperti biola, yah tentunya ia adalah seorang wanita yang berambut tebal seperti sapu ijuk. Bunga adalah seorang gadis remaja yang bisa menari tarian tradisional dan modern, menyanyi semua lagu dan bermain semua alat musik. Selain itu, dia juga berprestasi di kelasnya.
Dia juga punya sahabat setia, salah
satunya Bayu anak tertampan disekolah itu. Hingga membuat Widia cewek yang jadi pesaing Bunga
ini jadi cemburu, dan berbagai cara ia lakukan untuk mengalahkan Bunga.
Bayu dan Bunga sudah bersahabat dari kecil karena rumahnya yang
bersebelahan dan ke dua orang tua mereka sering saling berkunjung dan saling
menyahabati sesama bahkan terkadang saling memberikan makanan atau minuman
sesaat setelah mereka selesai masak di dapur mereka masing-masing.
Bayu selalu ikut orang tuanya saat
ke rumah Bunga, begitu juga sebaliknya dan setiba di rumah masing-masing saat
mereka saling berkunjung, Bayu maupun Bunga selalu mengikuti satu sama lain,
kecuali saat ke kamar mandi. Saat Bayu makan di meja, Bunga menemani. Mereka
hanya sahabat.
Bunga sering main ke rumah Bayu
sepulang sekolah, bahkan belum sempat mengganti seragamnya, kemeja berwarna
putih dan rok berwarna merah. Bahkan, Bunga sering berteriak "Bayu, main
yuuk!", "Main apa?" dan mereka pun berunding.
Bunga dan Bayu sering bermain di
danau yang jauh dari rumahnya, di dekat danau tersebut ada rumah mungil. Mereka sering bermain di sana. Rumah mungilnya terbuat dari kayu, berwarna biru muda
seperti langit.
Di rumah mungil itu tempat rahasia
bagi mereka, bahkan mereka menulis khayalan dan cita-cita mereka ketika dewasa
nanti dalam sebuah diary.
Alkisah, kisah yang ada di dalam
diary itu, aku melihat Anki di daerah Cijantung. Ia berjalan dalam tangis, air
mata mengalir di pipinya seperti air terjun yang jatuh! Aku melihat ke dalam
hati dan pikirannya. Ternyata, ia dibuang oleh kedua orang tuanya dan diusir
dari rumah, sudah begitu, kekasihnya membuangnya karena ia sudah tidak memiliki
siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa, bahkan ijasahpun tidak karena semua
sudah dibakar oleh orang tuanya.
Orang tuanya merasa malu karena
Anki, anak semata wayangnya, perempuan kebanggaan mereka, anak yang selalu
mereka manjakan tiba-tiba sering berceloteh sendiri, tertawa tidak ada
sebabnya, dan ketika ia dan orang tuanya ke dokter, ia didiagnosa terkena
Alzheimer, matanya yang tiba-tiba menjadi buta.
Awalnya, Anki salah berkenalan
dengan beberapa pria yang menawarkan diri untuk menjadi pacar bahkan ada yang
menawarkan diri menjadi suaminya. Ada juga pria yang baru bertemu langsung
memujinya kalau ia begitu rapih, cantik dan apik.
Aku tersentuh, mataku menitikkan
air mata…tapi, aku harus kuat! Aku tidak boleh bersedih! Aku harus bangun! Aku akan
bantu mereka semua!
Akupun membantu Bunga membukakan halaman 40 di diary, oh iya, dulu
ia pernah menulis mengenai sesuatu. Bunga karena
sebuah kebencian, mencela, memukul dan menyuruh orang diam dan saat ia
diperlakukan begitu, rasanya ternyata sakitnya bukan main. Namun, karena sudah
merasakan sakitnya, maka Bunga memilih untuk tidak mengulangi kesalahan yang
sama dengan menyakiti orang lain.
“Tolooong”, namun tidak ada
seorangpun menolong kami. Akupun bingung, bagaimanakah ini? Bahkan ada yang
menertawakan kami. Aku hanya diam, mendengarkan namun dalam keadaan netral. Kami
butuh bantuan!
Karena bingung, akupun mendongeng
untuk Ammar, “Suatu hari hiduplah seorang pangeran yang bernama Jukwi, ia hidup
bersama rakyatnya yang baik hati, setiap kebingungan, pasti dibantu, setiap ada
yang sedih pasti dihibur sama pangeran loh!”.
Ammar dan Bunga melihatku, akupun
tersenyum. Mereka langsung berkata “Terus, terus!”, tiba-tiba ada seorang yang dating
dan berkata “Akulah sang pangeran itu, ada yang bisa saya bantu nona manis? Tadi
saya mendengar ada yang berteriak minta tolong”. “Iya, aku jatuh dan kakiku
jadi terpincang-pincang, aku tidak bisa mengantar anak-anak ini pulang, mungkin
bapak bisa membantu dengan memanggil orang tua mereka yang rumahnya berada
tidak jauh darisini pak?”, “Ooooh gitu yah, baiklah, sebentar yah, kebetulan,
saya mengenal mereka.”.
Dua menit kemudian, kedua orang
tua baik dari Ammar, Bunga dan Bayu menjemput. Lalu, akupun diantar oleh sang
bapak yang bernama Aru ke rumah sakit untuk mengobati kakiku yang cedera karena
kecelakaan tadi. Sebuah ranting jatuh hampir mengenai anak-anak dan aku
lindungi mereka dengan badanku. Sakit sedikit tidak apalah, yang penting
anak-anak selamat, walaupun harus sedikit merepotkan orang lain untuk membantu.
“Nah, anak-anak! Ammar, Bayu dan
Bunga, kisahnya kita sambung mungkin kapan-kapan lagi yah, sudah dijemput sama
mama dan papa, sampai jumpa lagi, dadaaaah”. Ujarku sambil melambaikan tanganku
dan mengembangkan senyumku kearah mereka. Walaupun aku berusaha untuk meringis,
menahan rasa sakit di sekujur tubuh dan kakiku.
Diperjalanan Aru bertanya “Gimana
keadaanmu? Aku dengar kamu itu, maaf tuna netra yah?”, “Iya, maaf tidakkah bisa
kita membahas hal lain saja? Kita hendak kemana?”, Arupun menjawab “Ke Rumah Sakit”.
Kamipun terdiam sepanjang perjalanan.
Sampai di rumah sakit, aku baru
mengatahui bahwa Aru adalah pemilik dari Rumah sakit. Wah! Baik sekali ia nih,
baik juga yah orang disini beserta pekerjanya.