Berdasarkan pengalamanku yang belum ada apa-apanya. Seringkali aku mendapati
kalau Konsep Dasar Agama tentang Perdamaian masih kurang.
Hal ini dikarenakan aku pernah mendengar
di radio yang ada mainstreamnya yang menertawakan suku tertentu yang meyakini kalau
menjadi tunanetra bisa karena yang namanya guna-guna.
Pernah juga aku membaca di status
Facebook dan grup yang menentang keras mengenai guna-guna sebagai penyebab dari
terjadinya schizophrenia atau disabilitas
mental atau bahasa kasarnya dikenal dengan gila.
Padahal, kemungkinan ini ada dan bisa
saja terjadi.
Belum lagi, aku mendengar perkataan
gila, tertawaan, dijauhi hanya karena menjadi anak Indigo.
Dijauhi ini bukan hanya dialami oleh
anak Indigo, tetapi beberapa penyandang disabilitas lainnya hanya karena persepsi
yang negatif.
Misalnya, saat malam aku menulis di
sebuah grup Facebook bahwa foto tidak terbaca dengan aplikasi screen reader nah
ya keesokan paginya aku mendengar seorang ibu mengadu kepada ibuku sehingga membuat
aku berkomentar terimakasih ya diadukan.
Pertentangan dan tertawaan dalam celaan
itu menyebabkan permusuhan bukannya perdamaian.
Tertawaan, mengadukan, celaan dan
menjauhi termasuk ke dalam kegiatan bully
yang masuk pembahasan ke dalam Psikologi, dan beberapa ilmu lainnya.
Memang maksudnya baik untuk memberi
pengetahuan dan maksud lainnya, namun perlu dipahami bahwa kita juga harus menghargai
dan menghormati keyakinan itu serta mempertimbangkan efek negatif psikologi ke
orang lain.
Menurut analisaku, orang hanya memandang
orang itu salah, orang itu anak kecil. Nah ya perlu diingat memandnag orang itu
anak kecil ini merendahkan loh…tapi tergantung dari keyakinan sih. Keyakinanku sih
begitu.
Keyakinan itu muncul dari mitos
dan diturunkan secara turun temurun karena berdasarkan buku Sejarah yang aku
ingat pada awalnya bangsa Indonesia itu menganut animisme, dinamisme yang mengarah
ke Hindu dan Budha.
Padahal, dahulu, Rasulullah selalu
mengayomi smeua agama sehingga mendapatkan gelar Rahmatan lil alamin. Kenapa kita
tidak bisa? Mudah kok caranya hanya dengan menghormati, menghargai, mendengarkan.
Setiap agama mengajarkan untuk rendah
hati, perdamaian, menghormati dan menghargai sesama bukan?
Misal, suatu khutbah yang disampaikan
oleh seorang pastur di sebuah gereja pada saat aku makan malam di seberang gereja.
Khutbah itu ada kata rendah hati namun aku lupa isinya.
Tayangan hari ini yang datang dari
anonim. Beliau beraga Budha. Ia mengharapkan perdamaian.
Jadi, aku simpulkan memang semua
agama sama saja mengajarkan untuk damai, menghormati, menghargai, rendah hati dan
mengasihi.
Bahkan, Negara Indonesiapun melindungi
kita loh dengan membuat aturan dilarang SARA (suku, agama, ras dan antar golongan)
dan UU ITE.
Peraturan dilarang SARA pastilah
ada latar belakangnya, misalnya mengejek, menertawakan, merendahkan hanya karena
berbeda suku, berbeda agama, berbeda, berbeda ras, berbeda antar golongan.
Padahal kan, tidak ada manusia yang
sama. Yang kembarpun berbeda. Karena perbedaan itulah, hidup menjadi berwarna bukan?
Bukankah perbedaan membuat kita saling melengkapi dan mengisi?
Ada perbedaan persepsi membuat munculnya
teori-teori, perbedaan ide membuat munculnya teknologi-teknologi yang maju.
Apakah kita bisa minta ke Tuhan untuk
dilahirkan dalam suku, agama, ras dan antar golongan tertentu? Tidak bisa kan? Semua
sudah ditakdirkan.
Perbedaan dalm berpendapat itu biasa
bahkan dijumpai dalam berumah tangga bukan? Berbeda antara istri dan suami. Nah
dalam Islam, dari http://wiemasen.com/perbedaan-pendapat-dalam-islam/
didapat informasi sebagai berikut
Ada tiga cara untuk mendapatkan rahmat
Allah SWT apabila berhubungan dengan pendapat-pendapat yang masuk dalam
kategori ini, yaitu:
1. Menerima dan
melaksanakan semua pendapat – Jika di dalam sebuah perkara terdapat perbedaan
pendapat, maka hendaklah diterima dan dilaksanakan semua pendapat yang ada.
Bila ini tidak dilakukan, orang awam akan menyangka bahwa hanya ada satu
pendapat untuk perkara tersebut dan berkeras bahwa hanya pendapat itulah yang
benar. Ini menyebabkan kejumudan dan perpecahan dalam umat Islam. Karena
masyarakat akan menyangka bahwa hanya apa yang mereka praktekkan saja benar,
sedangkan apa yang dipraktekkan oleh masyarakat di tempat lain adalah salah.
Sebagai contoh, jika imam membaca Basmallah dengan kuat ketika
sholat Maghrib, maka hendaklah dia membaca Basmallah dengan perlahan bagi
sholat Isya. Jika hari ini imam membaca doa qunut ketika sholat subuh,
hendaklah keesokan harinya dia tidak membaca doa qunut. Dengan demikian
masyarakat menyadari, bahwa qunut shubuh adalah masalah furu’ dan tidak patut
digunakan untuk memecah belah masyarakat.
2. Memberi prioritas
kepada usaha lain yang lebih penting
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam keberagaman pendapat,
seseorang mampu mengkaji dan mengunggulkan satu pendapat yang paling kuat (rajih).
Bagi orang awam, jangan buang-buang waktu dengan perdebatan
tersebut. Ini akan memerah pikiran dan tenaga untuk membedakan antara yang
rajih dan marjuh tidak sepatutnya menjadi prioritas seorang Muslim yang hendak
mencari rahmat Allah pada zaman ini. Banyak isu lain yang patut diberikan
prioritas seperti memberantas bid’ah, membetulkan penyelewengan agama oleh
golongan Islam Liberal, Syi’ah, Orientalis dan media, berdakwah kepada golongan
bukan Islam, dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh sebab itu hendaklah
seorang Muslim melaksanakan Fiqh al-Awlawiyyat yaitu memberikan prioritas
berdasarkan tempat, waktu, dan keadaan.
3. Memberi perhatian
kepada pendapat yang lebih memudahkan
Seandainya dalam beragam pendapat, terdapat pendapat atau hukum
yang lebih memudahkan umat islam, maka hendaklah diberi perhatian lebih kepada
hukum tersebut.
Contohnya
Terdapat dalam masalah layak atau tidaknya seseorang itu
dianggap dalam keadaan musafir.
Pendapat pertama menetapkan jarak minimum dan waktu maksimum
yang membolehkan seseorang itu dianggap musafir. Yang banyak dipraktekkan di
Indonesia adalah untuk dianggap musafir, maka seseorang itu perlu melakukan
perjalanan lebih 90 km dan kurang dari 3 hari.
Sedangkan pendapat kedua tidak menetapkan syarat apapun. Asalkan
seseorang itu melakukan suatu perjalanan yang melebihi kebiasaan dan tidak
berniat menetap dalam perjalanan tersebut, maka dia boleh menqasarkan sholatnya
dan berbuka jika sedang berpuasa.
Jika dianalisa, pendapat kedua lebih memudahkan dan mendekati
tujuan syari’at islam yang ingin menghindari kesulitan bagi seseorang yang
sedang bermusafir.
Adakalanya sebagian orang keberatan untuk menyampaikan sesuatu
yang memudahkan umat karena sikap berhati-hati dan khawatir kemudahan itu akan
dipermainkan oleh masyarakat. Keberatan ini tidak sepatutnya timbul karena:
1. Sikap berhati-hati
memang baik, namun hendaklah juga berhati-hati agar sikap tersebut tidak
diletakkan di tempat yang salah. Menyembunyikan sesuatu yang mudah berarti
menyembunyikan Islam yang sebenarnya.
2. Orang yang
mempermainkan hukum agama bukanlah mereka yang mempraktekkan
Dari sebuah pengajian, aku menanyakan
mengenai hukum musyawarah. Musyawarah ada dalam Qur’an surat Al-Imran ayat 159.
Musyawarah dilakukan untuk mencari
kenetralan diantara ide-ide yang muncul, diantara perdebatan-perdebatan yang muncul.
Sekian dariku, salam perdamaian dariku.
Wabillahi taufiq wal hidayah. Salam.
No comments:
Post a Comment
Alamat Website