LPSK
(Lembaga perlindungan saksi dan korban) adalah lemaga hukum dengan
visi dn misi sebagai berikut
Visi
Visi Lembaga Saksi dan
Korban adalah:
”Terwujudnya
perlindungan saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana”
Visi ini mengandung
maksud bahwa LPSK yang diberikan mandat oleh undang-undang selaku
focal point dalam pemberian perlindungan saksi dan korban harus mampu
mewujudkan suatu kondisi dimana saksi dan korban benar-benar merasa
terlindungi dan dapat mengungkap kasus dalam peradilan pidana.
Misi
Dalam rangka
mewujudkan visi di atas, Lembaga Saksi dan Korban memiliki misi
sebagai berikut :
1. Mewujudkan
perlindungan dan pemenuhan hak-hak bagi saksi dan korban dalam
peradilan pidana.
2. Mewujudkan
kelembagaan yang profesional dalam memberikan perlindungan dan
pemenuhan hak-hak bagi saksi dan korban.
3. Memperkuat
landasan hukum dan kemampuan dalam pemenuhan hak-hak saksi dan
korban.
4. Mewujudkan dan
mengembangkan jejaring dengan para pemangku kepentingan dalam rangka
pemenuhan hak saksi dan korban.
5. Mewujudkan
kondisi yang kondusif serta partisipasi masyarakat dalam perlindungan
saksi dan korban.
dengan struktur
organisasi :
Ketua : Abdul Haris
Semendawai, S.H., LL.M
Wakil ketua : Dr.Lies
Sulistiani, S.H., M.H., Lili Pintau Siregar, S.H., Prof. Dr. Teguh
Soedarsono, Edwin Partugi Pasaribu, S.H., Drs. Hasto Atmojo Suroyo,
M.Krim, DR. Askari Razak, S.H., M.H.
sekretaris : Armein Rizal
B., Ak., MBA.
LPSK
mengadakan lomba bblog dengan tema “Diam Bukan Pilihan” dengan
salah satu subtema pilihannya adalah menegai bullying/kekerasan.
Saya
tertarik menulis ini karena pernah menjadi victim (koran)
kekerasan. Kekerasan dimulai sejak usia saya 15 tahun. Orang-orang
seharusnya melindungi, menyayangi, mempercayai, jadi contoh, malah
menjadi sosok yang mengerikan.
Saat
itu, saya suda selesai berbuka puasa bersama di rumah teman SMP, saya
sudah mencoba menelepon berkali-kali ke rumah, tetapi tidak ada yang
mengangkat, jadi saya memutuskan untuk pulang bersama teman SMP yang
setahu saya rumahnya dekat dari rumah saya dan saya lebih aman
berbonceng dengan dia karena dia laki-laki dan dibonceng di sepeda
motornya. Sesampainya, saya dipukul dengan sapu lidi, telinga kiri
saya dijewer sampai berdasrah lalu dituduh yang tidak-tidak, karena
tidak percaya maka diminta nomor telepon teman.
Mulai
saat itu....kekerasanpun terus berjalan
saya
kena bully mental dengan dijeritin, “Wanita murahan!”.
Mulai
SMA, semua kerjaan rumah di kritik, semua salah, akhirnya membuat
saya jadi kurang mau melakukan pekerjaan rumah hingga kini. Saya
sudah agak lupa SMA apa yang terjadi, saya mencoba untuk masuk ekstra
kurikuler PASKIBRA karena tertarik soalnya saat MOS mereka demo
dengan jerit-jerit, jadi saya bisa melampiaskan jerit karena masalah
dengan jeritan saat melakukan kegiatan baris berbaris.
Senang
rasanya ketika kelas 2 SMA saya dipilih jadi ketua koordinator,
katanya tadinya saya mau dipilih jadi ketua. Disana, saya memberikan
pengumuman latihan baris berbaris.
Saya
diperkenalkan game online, disitulah saya melarikan diri dan mulai
kecanduan game.
Namun
karena sedih dan marah sama perilaku kekerasan yang saya dapati,
akhirnya saya memutuskan untuk menghancurkan diri sendiri, yup, nilai
pelajaran saya hancur, padahal saya waktu itu di tempatkan di kelas
IPA paling unggul.
Sayapun
masuk kuliah S1, saya memutuskan untuk menjadi pegurus organisasi di
sebuah institusi, pertama kali pengalaman berorganisasi saya menjadi
humas yang membagikan informasi seminar. Dari situlah saya mulai suka
menjadi humas.
Saya
melakukan curahan hati ke sebutlah namanya Jida.
Saya
memutuskan untuk konsultasi ke salah satu dosen, saya menulis
kekurangan, kelebihan, disitulah saya menyadari bahwa saya berubah
jadi jahat karena membenci orang yang yang saya sayangi, dari situlah
saya mulai banyak berubah.
Seiring
dengan waktu saya mengetahui, Jida yang saya pikir adalah sahabat
saya, rupanya mengadu domba. Saya membaca dan mengetahui walaupun
namanya di rahasiakan, namun saya tahu dia sudah berkhianat.
Saya
tegur dia, dia berjanji akan merahasiakan dan percaya saja sama dia,
rupanya dia berbohong, dan menghianati saya, saya tidak percaya lagi
sama dia, karena teman yang baik adalah teman yang bisa jaga rahasia,
melindungi saat ditanya, ada dalam suka dan duka, menghibur saat
duka, mendengarkan curhat, memberikan solusi untuk keluar dari
masalah.
Tidak
hanya Jida, ada Fira yang juga mengadu domba. Saya curhat di komen
jejaring sosial, malah diadu domba, curhat di suatu tempatpun sama.
Walhasil
karena tidak ada tempat curhat, curhatlah saya di Facebook, itu di
adu domba juga. Ketika sedang bikin kue, saat saya sudah berkata,
“Saya ga suka bikin kue, kaerna memang ga ada hati untuk itu”,
lalu dijawab dengan perkataan, “Pantas saja ga punya hati, curhat
di facebook”.
Saya
pernah di bully mental
dengan disumpahi gila.
Orang
yang seharusnya jadi contoh, malah menyuruh orang yang saya sayangi
buat ngeroyok, akhirnya mereka berteriak, “Anak durhaka” setelah
rambut saya dijambak.
Sayapun
belajar lagi. Saya direkomendasi oleh salah seorang dosen untuk masuk
grup facebook disabiltas mental. Disana, saya bilang kalau saya
penyandang disabilitas mentl dengan maksud untuk memotivasi kalau
masih bisa kuliah, bisa kerja kok walau menyandang disabilitas
mental.
Teman-teman
membuly saya dengan
mentag saya, mereka mengatakan kalau saya bodoh karena mengatakan
kalau saya adalah penyandang disabilitas.
Penglihatan
sayapun menurun, orang yang seharusnya bisa menerima, memberikan
dukungan moril malah menentang.
Sepulang
dari sebuah acara keluarga, saya dipukul, ditendang, dijeritin malu
oleh semua. Karena sedih, saya mendoakan yang mukul dan nendang
terkena gangguan pengihatan dan itu terkabul atas izin Tuhan.
Saya
dipaksa, diteriakin bodoh, diteriakin binatang. Saya dicekik, tangan
saya dicengkeram kuat sampai memar. Ini foto tangan saya bekas
dianiaya hari itu
Setelah
itu, saya mengalami bully
ekonomi dengan hp andorid dan netbook saya disita, dan tidak pernah
dinafkahi, cuma sekali dinafkahi dan sekali dikirimi uang buat beli
baju dan dua kali buat berobat mata. Untuk beli sabun, sampo, rinso,
saya bingung mengaturnya, belum lagi harus mencari cara untuk
menyembbukan diri sendiri dengan mencari kesenangan yakni dengan
menyambung silaturahmmi, menulis blog, menulis di Facebook.
Sesungguhnya
saya ingn memutus rantai kekerasan dengan dimulai dari diri sendiri,
sebisa mungkin saya tidak menyakiti orang walau hanya dengan
kata-kata, terbesit rasa kasihan kalau menyakiti mereka.
Saya
tetap merawat diri saya dengan mandi, keramas, dan mengurus diri
sendiri dengan makan tepat waktu, minum yang cukup.
Saya
berusaha untuk mencari solusi dengan melakukan curhat kepada orang
pintar dan bijaksana supaya bisa keluar dari masalah dan berusaha
keluar dari lingkaran setan yakni kekerasan.
Saya
berusaha untuk menaati aturan.
Saya
berusaha untuk mencari lingkungan dan teman yang baik. Saya memblokir
teman yang menertawakan, yang mencela baik di message,
di komentar, dan memblokir teman yang suka update status menghina.
Bukan
cuma menghindari pencela, saya akan mencari lingkungan yang tidak
menyalahkan, tidak marah dan membentak saat dimintai tolong karena
kekurang perdulian mereka, tidak suka mengusir dan memblokir orang.
Saya
sendiri membantu membuat komunitas dengan tidak menusir orang kecuali
dia mencela karena bisa berdampak buruk buat anggota lain karena
dalam Psikologi belajar ada yang namanya modelling.
Modelling
adalah meniru perilaku dari role model mereka,
bisa guru, teman, orang tua, orang yang lebih tua, model, pejabat.
Selain
itu, saya juga berusaha untuk mencegah supaya tidak ada korban
kekerasan lagi, makanya saya mencoba untuk menulis di
https://www.kartunet.com/tips-hindari-bully-untuk-penyandang-tunanetra-perempuan-11638/
dan
https://www.kartunet.com/tips-menghindari-bully-di-pendidikan-untuk-penyandang-disabilitas-11500/.
Dari
lingkungan saya rasa juga perlu, karena walaupun dianggap gila hanya
karena hallo effect
bahkan berkenalan dan berkawan saja tidak mau, setdaknya, seharusnya
masyarakat juga memberikan lingkungan yang baik dan positif. Bukan
malah menjerit pesong/gila/cacat mental/senu dan jeritan lainnya
dengan tujuan supaya sadar dengan mempermalukan
Lalu,
untuk institusi pendidikan, walaupun jadi kekurangan, seharusnya
dicari apa potensi yang bisa dikembangkan, serta tidk perlu memanggil
yang mempertanggung jawabkan atas saya atau tidak perlu datang ke
rumah sambil marah tidak keruan.
Padahalkan
dalam UU disabilitas, penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama
dalam pendidikan.
Lalu
ke pemerintah, saya berharap, untuk tidak menerapkan kekerasan, taat
pada aturan jadi dengan tegas menindak aturan.
Bener banget bun. Banyak sekali sebenarnya pelaku bully itu adalah orang tua sendiri. Untuk itu berhati2lah kita ktika mnjadi ortu
ReplyDeleteya
DeleteSaya ikut prihatin atas korban bullying yg kyk gtu :(
ReplyDeleteSaya paling sedih kalau ada anak dibully di sekolah :(
Pdhl sbg org tua kita jg gk bisa ngawasin saat anak di sekolah.
Ya Allah moga dijauhkan dr bullying.
Btw kapan harui saya ikutan talkshow ttg nullying dan ada bbrp pembahasan menarik mbk, kalau berkenan mampir blog saya TFS
amiin....oh gitu
DeleteYa Allah turut prihatin Mbak, makasih banyak juga sharingnya. Duh, semoga para pihak yang berkepentingan memiliki solusi ya
ReplyDeleteamin
Delete